Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
LifestylePendidikan

Menggali Sumur-Sumur Cinta

43
×

Menggali Sumur-Sumur Cinta

Sebarkan artikel ini
H. Lukman Hakim, S.Pd., M.I.Kom ( Sebelah kanan),Unsa Maulana, M.Pd. Guru Bahasa Indonesia SMAN 6 Kabupaten Tangerang( Sebelah Kiri)

Oleh: H. Lukman Hakim, S.Pd., M.I.Kom. (Ketua MGMP PPKn Kabupaten Tangerang Banten)

Dahulu seorang sahabat yang bijak pernah bertutur lembut padaku sebuah kata “Hidup” sambil menelan ludah perlahan, tidaklah perlu terlalu hebat dan cepat. Tentu saja saya yang ketika itu masih amat muda dan penasaran dengan gemerlapanya kehidupan orang-orang atas protes dengan pesan “alon-alon waton kelakon” ini. Seperti tidak peduli dengan pesan sahabat tadi, saya melanjutkan menancap gas mobil kehidupan, walaupun belum sempat menyentuh “langit” karier yang didambakan?

Sekian tahun setelah pesan diatas berlalu dan saya sudah hampir lelah dengan perjalanan yang cepat, suara lembut teman diatas mulai terdengar lagi ditelinga. Ada bagian akhir dari pesan sahabat diatas yang masih tersimpan rapih dalam memori. Puncak kehidupan tercapai ketika kita amat bahagia menjadi orang biasa.

Ingin rasanya memeluk sahabat lama tadi dalam dekapan dada erat-erat. Sayangnya kami dipisahkan jarak puluhan kilometer, sehingga hanya jembatan-jembatan renunganlah yang bisa menghubungkan saya dengan sahabat yang bijak dan cerdas di usianya yang masih amat muda. Sadar dalamnya renungan ini, pelan dan perlahan kemudi kehidupan saya putar kearah lain. Arahnya mungkin akan terus menelusuri bekas-bekas langkah yang pernah dilalui orang-orang seperti Jalaluddin Rumi, Mahatma Gandhi, Dalai Lama dan manusia-manusia sejenis. Saya tidak berjanji akan bisa sehebat mereka karena bekas jejak kaki orang-orang ini banyak sekali ditulisi kata-kata ikhlas, ikhkas… dan ikhlas.

Disamping itu kata lain yang amat terang tertulis dari jejak-jejak kaki mereka adalah kata cinta. Cinta bahkan menghiasi hampir seluruh jejak kaki-kaki ini, dengan cinta ternyata segala sesuatu yang sukar bisa menjadi mudah. Sesuatu yang amat berat bisa menjadi ringan, bahkan sesuatu yang terasa membosankan menjadi menyenangkan. Mungkin disitu salah satu letak kekuata cinta. Bahkan demi kata ini (cinta) orang rela berbuat apapun demi kebahagiaan sejati (bukan sekedar cinta palsu).

Oleh karena alasan itulah dengan segala kurangan yang hadir pada diri ini, saya membiasakan diri untuk menulis, melihat, merefleksi keadaan, merasakan, menyentuh, memeluk dan membaui rasa cinta dimanapun raga ini berada. Benar kata orang bijak, bahwa didalam cinta kita bisa merasakan kehadiran Tuhan. KehadiranNya di masjid-masjid saudara-saudara muslim, di Gereja teman-teman Nasrani, di Vihara orang-orang Budha, di Pura kawan-kawan Hindu dan bahkan di setiap tempat dimana kita hadir.

Pengalaman yang ingin saya bagi dengan anda Sahabat, “semakin cinta itu kita dekati dan peluk, maka semakin banyak godaan muncul.” Seperti bertutur kepada kita bahwa mendalami cinta sebenarnya mirip dengan menggali sumur. Ditempat-tempat yang dangkal kita hanya akan menemukan lumpur, akan tetapi ditempat dalamlah kejernihan dan kesejukan bersembunyi. Seperti sedang mendidik dan mengajari,

kehidupan bertutur di sumur-sumur tertentu, saya bertemu banyak lumpur. Disebuah lumpur yang lain ada kejernihan dan keheningan. Disuatu tempat saat saya pernah dipercaya menjadi nahkoda organisasi, ada banyak lumpur yang sempat membuat diri ini megap-megap dan banyak memperoleh pelajaran dari itu semua sehingga membantu diri ini semakin tegar dan tangguh. Demikian juga ketika belajar mencintai keluarga sendiri. Pada saat saya baru saja memberikan hadiah pada seorang saudara, tiba-tiba hadiah tadi membuat dirinya lupa akan eksistensi dan tanggang jawabnya. Dulu ketika keluarga masih lengkap, saya beberapa kali mencoba mengekspresikan cinta dan beberapa kali pula mencoba mengungkapkan cinta, namun berapa kalipun cinta itu hendak diekspresikan, maka sebanyak itu pula godaan-godaan muncul.

Seperti bercerita tentang keseimbangan, Sang Kehidupan juga pernah menghadiahkan sumur-sumur dalam yang jernih di tempat lain. Layaknya penyair dia berusaha mengungkapkan perasaannya, sebagai penulis, banyak sekali orang yang mengungkapkan empatinya. Sebagai da’i, banyak sekali jamaah yang menitikkan air mata syukur setelah mendengar khutbahnya. Disebuah penghujung acara ada seorang teman mengirimkan sekuntum bunga dengan kata-kata yang sangat terbatas. Seolah ingin mengatakan bahwa cinta tidak untuk diungkapkan lewat kata-kata. Sebagai seorang pendidik dan pembicara publik, adasaja orang yang menyentuh hati saya. Terima kasih Sahabat.

Wallahumuafiq illaatwamithoriiq Wasallam mu alaikum warohmatullahi wa barokaatuh.

  • Kegelapan yang berbahaya adalah tertutupnya mata hati.
  • Penulis adalah staf pengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMAN 6 Kab. Tangerang-Banten, Penyuluh Antikorupsi ForPAK Banten, dan Tim Lawyer LPBH PCNU Kab Tangerang.
Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *