Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
OpiniPendidikan

MENJADI GURU PROFESIONAL

2
×

MENJADI GURU PROFESIONAL

Sebarkan artikel ini
MENJADI GURU PROFESIONAL

Oleh :  Unsa Maulana, S.Pd., M.Pd.

Staf Pengajar SMA Negeri 6 Kabupaten Tangerang

BantenNet, OPINI – Tidak diragukan lagi bahwa guru atau pendidik merupakan peletak dasar karakter peserta didik dalam kehidupan sehari-hari untuk mengembangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun tanpa kegiatan berpikir dan penelitian serius guru atau pendidik tidak dapat menemukannya. Seiring dengan kegiatan berpikir ini manusia dituntut memiliki kesadaran. Pada hakikatnya kesadaran tersebut terwujud melalui keteguhan sikap.

Guru adalah pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah.  Manusia unik yang memiliki  karakter sendiri-sendiri. Orang dewasa yang bertanggungjawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri  memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial dengan sebagai makhluk hidup yang mandiri.

Guru atau pendidik dalam ajaran agama Islam kedudukannya sangat dihargai.      Sabda Rasulullah SAW. Artinya : Tinta para ulama lebih tinggi nilainya daripada darah para syuhada.”

Ada tiga istilah yang mendasari Filsafat Guru  diantaranya : Muaddib Muaddib berasal dari kata “adaba – yuadibu – ta’diban’ artinya orang-orang yang beradab atau orang yang mengajarkan peradaban. Mu’allim    Mu’allim berasal dari kata “ allama – yuallimmu – ta’limman’ yang artinya memberi ilmu atau orang yang memberitahu.  Murabbi    Murabbi berasal dari kata “ robba – yurobbi yang artinya pengasuhan.

Pupuh Pathurrohman, (2007 : 126) mengemukakan bahwa persyaratan seorang pendidik ada tiga macam yaitu :

(1) yang berkenan dengan dirinya sendiri, (2) yang berkenaan dengan pelajaran, dan (3) yang berkenaan dengan muridnya. Berikut penjelasannya :

  1. Syarat-syarat pendidik yang berkenaan dengan dirinya. Hendaknya guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya. Karenanya, ia tidak menghianati amanat itu, malah ia tunduk dan merendahkan diri kepada Allah SWT

2.Syarat-syarat Pendidik yang Berkenaan dengan Muridnya. Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharapkan dengan ridha Allah, menyebarkan ilmu, menghidupkan syara, menegakan kebenaran, dan melenyapkan kebathilan serta memelihara kemaslahatan.3.Syarat-syarat Pendidik yang Berkenaan dengan Pelajaran. Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya guru bersuci dari hadas dan kotoran serta mengenakan pakaian yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan syariat.  Sebelum mulai mengajar guru hendaknya membaca sebagian dari ayat al-Qur’an agar memeperoleh berkah dalam mengajar, kemudian membaca basmallah. Guru hendaknya menutup setiap akhir kegiatan belajar mengajar dengan kata-kata wallahu a’lam yang menunjukan keikhlasan kepada Allah SWT. Hal ini bermaksud agar setelah proses belajar mengajar berlangsung, seorang guru menyerahkan kembali segala urusannya kepada Allah SWT

  1. Syarat-syarat Pendidik yang Berkenaan dengan Pelajaran.

Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya guru bersuci dari hadas dan kotoran serta mengenakan pakaian yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan syariat.  Sebelum mulai mengajar guru hendaknya membaca sebagian dari ayat al-Qur’an agar memeperoleh berkah dalam mengajar, kemudian membaca basmallah. Guru hendaknya menutup setiap akhir kegiatan belajar mengajar dengan kata-kata wallahu a’lam yang menunjukan keikhlasan kepada Allah SWT. Hal ini bermaksud agar setelah proses belajar mengajar berlangsung, seorang guru menyerahkan kembali segala urusannya kepada Allah SWT

Sebagai Pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program-program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan;

Sebagai Pendidik (educator) yang mengarahkan murid pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil  seiring dengan tujuan Allah SWT dalam menciptakannya;

Sebagai Pemimpin (manager) yang memimpin, mengendalikan diri sendiri, murid, dan masyarakat yang terkait, yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisifasi atas program yang dilakukan

Guru adalah pendidik harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab,wibawa,mandiri dan disiplin.

Berkaitan dengan tanggung jawab: harus mengetahui serta memahami nilai, norma, dan sosial, serta berusaha berprilaku dan berbuat sesuai dengan norma tersebut. Berkaitan dengan wibawa: harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial dan intelektual dalam pribadinya. sebagai Pendidik harus mempunyai pribadi unggul yang efektif.

Pribadi unggul yang efektif dibentuk oleh 11 kebiasaan dengan rumus 5+3+3.

5 sikap dasar diantaranya : jujur, keterbukaan, berani mengambil resiko dan tanggung jawab, komitmen, dan berbagi. 3 syarat diantaranya : niat dan berdoa untuk mengawali pekerjaan, memohon perkenan Allah, bersyukur. 3 cara diantaranya : sholat/doa, mewujudkan perubahan, menjadi suri tauladan

Seorang pendidik itu adalah :Seorang pemimpin harus kuat tetapi tidak kasar

Baik hati tetapi tidak lemah Gagah tapi tidak menakutkan Penuh ide tetapi tidak malas, Bangga tetapi tidak arogan Belajar humor tetapi tidak kelihatan bodoh Sederhana tetapi tidak kehilangan kepercayaan diri Kita sebagai guru juga pemimpinkan? Guru yang baik ialah yang menganggap semua muridnya sebagai anak-anaknya sendiri,yang setiap hari akan mendapat curahan kasih sayangnya. Guru yang baik ialah yang memberikan masa depan cemerlang dengan membekali anak didiknya dengan visi yang tajam dan ilmu yang menjanjikan. Hendaknya guru memelihara kemuliaan ilmu Hendaknya guru bersifat zuhud, artinya ia mengambil rezeki dunia hanya untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarganya secara sederhana. Hendaknya guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah serta tidak melakukan hal yang dapat menjatuhkan harga dirinya di mata orang banyak. Hendaknya guru memelihara syiar-syiar Islam seperti Melaksanakan shalat berjamaah di masjid,mengucapkan salam, serta menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dalam melakukan itu semua hendaknya ia bersabar dan tegar dalam menghadapi celaan dan cobaan Hendaknya guru melakukan hal-hal yang disunatkan oleh agama baik dengan lisan maupun perbuatan seperti membaca Al qur’an, berdzikir dan shalat tengah malam. Guru yang demikian adalah guru yang berjasa meskipun tanpa diberi tanda jasa. Guru yang demikian substansinya adalah pahlawan

Tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur’an merupakan peletak dasar kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun tanpa kegiatan berpikir dan penelitian serius umat manusia tidak dapat menemukannya. Seiring dengan kegiatan berpikir ini manusia dituntut memiliki kesadaran. Pada hakikatnya kesadaran tersebut terwujud melalui keteguhan sikap. Hal ini tentu saja sangat relevan dengan karakteristik Al-Qur’an. Yang senantiasa mengakhiri ayat-ayat sainsnya dengan kata sejenis “ Apalla ta’kiluun, Apalla tatapakkaruun, Apalla tadakkaruun.

Melihat tempat dan waktu, maka ilmu pengetahuan menduduki tempat pertama. Demikian juga melihat banyaknya disebut maka ilmu pengetahuan merupakan terbanyak disebut. Banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an  yang mengandung ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an berulang kali menyampaikan seruan kepada manusia untuk memakai otak. Tidak dapat di dalam Al-Qur’an suatu renungan mengenai adanya muslim yang bodoh. Muslim yang bodoh merupakan kontradiksi dalam sebutan. Kebodohan atau jahiliyyah adalah analog dengan kekafiran dan kemusyrikan. Sedangkan ilmu pengetahuan atau ilmiyyah adalah analog dengan keislaman. Zaman kekafiran di dalam tarikh Islam kita sebut zaman jahiliyyah atau zaman kebodohan. Maka sudah selayaknya kalau zaman Islam kita disebut zaman ilmiyyah. Pendek kata menjadi bodoh haram hukumnya bagi setiap muslim dan menjadi pandai wajib hukumnya. Di dalam Al-Qur’an manusia diperintahkan untuk menyelidiki fenomena alam, seperti pertukaran siang dan malam, kekayaan alam, air, udara, api, dan lain sebagainya. Juga rahasia kelahiran dan kematian, pertumbuhan dan perkembangan, dan lain sebagainya.

Al-Qur’an terkandung dasar sekalian ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Al-Qur’an  surah Al Mujadalah ayat 11 ada terkandung ilmu tentang mencari ilmu.

ﻴﺎ ﺃﻴﻬﺎ ﺍﻟﺫﻴﻦ ﺃﻤﻧﻭﺍ ﺇﺫﺍ ﻗﻴﻝ ﻟﻛﻡ ْﺗﻓﺴﺤﻭﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺟﻟﺱ ﻓﺎﻓﺴﺤﻭﺍ ﻳﻓﺴﺢ ﺍﷲ ﻟﻜﻡ ﻭﺇﺫﺍ ﻗﻳﻝﺍﻨﺸﺯﻭﺍ ﻓﺎﻨﺸﺯﻭﺍ ﻳﺮﻓﻊ ﺍﷲ ﺍﻟﺫﻳ ﺃﻣﻨﻭﺍ ﻣﻨﻛﻡ ﻭﺍﻟﺫﻳﻦ ﺃﻭﺗﻭﺍﺍﻟﻌﻟﻢ ﺪﺭﺟﺖ ﻭﺍﷲ ﺑﻣﺎ ﺗﻌﻣﻟﻭﻦ ﺧﺑﻳﺭ

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S, Al Mujadalah, 58:11).

Berkenaan dengan turunnya ayat tersebut dapat diikuti keterangan yang diberikan oleh Ibn Abi Khatim. Menurut riwayatnya yang diterima dari Muqatil Bin Hibban, bahwa pada suatu ketika di hari Jum`at Rasulullah berada di suatu tempat yang sempit, saat mana ia tengah menerima tamu dari penduduk Badar dari kalangan Muhajirin dan Anshar, tiba-tiba sekelompok orang yang di dalamnya termasuk Tsabit Bin Qais datang dan ingin duduk di bagian depan tempat tersebut. Mereka berdiri memuliakan Rasulullah, dan mengucapkan salam kepadanya. Nabi menjawab salam yang lainnya,. Mereka berdiri di sampingnya dan menunggu agar diberikan tempat yang agak luas. Namun orang yang datang terdahulu tetap  tidak memberikan peluang. Kejadian tersebut kemudian mendorong Rasulullah mengambil inisiatif dan berkata kepada sebagian orang yang ada di sekitarnya, berdirilah kalian, berdirilah kalian. Kemudian berdirilah sebagian kelompok tersebut berdekatan dengan orang yang datang terdahulu, sehingga Rasulullah tampak menunjukkan kekecewaannya di hadapan mereka. Dalam keadaan itulah ayat tersebut diturunkan.[1]

Dari ayat tersebut dapat diketahui tiga hal sebagai berikut :

Pertama, bahwa para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat berada di majelis Rasulullah SAW, dengan tujuan agar ia dapat mudah mendengar wejangan dari Rasulullah SAW yang diyakini bahwa dalam wejangannya itu terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang agung.

Kedua, bahwa perintah untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majelis, tidak saling berdesakan dan berhimpitan dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan, karena cara demikian dapat menimbulkan keakraban di antara sesama orang yang berada di dalam majelis dan bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah SAW.

Ketiga, bahwa pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada hamba Allah yang ingin menuju pintu kebaikan dan kedamaian, Allah akan memberikan keluasan kebaikan di dunia dan di akhirat.[2] Singkatnya ayat ini berisi perintah untuk memberikan kepalangan dalam mendatangkan setiap kebaikan dan memberikan rasa kebahagiaan kepada setiap orang Islam. Atas dasar inilah Rasulullah SAW menegaskan bahwa Allah akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut selalu menolong sesama saudaranya.[3]

Adapun makna potongan ayat  ﺇﺫﺍ ﻗﻴﻝ ﻟﻛﻡ ْﺗﻓﺴﺤﻭﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺟﻟﺱ ﻓﺎﻓﺴﺤﻭﺍ maksudnya adalah apabila kamu diminta berdiri selama berada di majelis Rasulullah, maka segeralah berdiri, karena Rasulullah SAW terkadang mengamati keadaan setiap individu, sehingga dapat diketahui sikap keagamaan orang tersebut, atau karena Rasulullah SAW ingin menyerahkan suatu tugas khusus yang tidak mungkin tugas tersebut dapat dikerjakan oleh orang lain. Berhubungan dengan hal demikian, maka bagi orang yang datang lebih terdahulu di majelis tersebut tidak boleh mempersilakan orang yang datang belakangan untuk duduk di tempat duduknya. Imam Malik, Bukhori, Muslim dan Turmudzi meriwayatkan dari Ibn Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “seseorang tidak sepantasnya mempersilakan tempat duduknya kepada orang lain (yang datang belakangan), tetapi cukup dengan memberikan kelapangan dan mempersilakan lewat”.

ﻳﺮﻓﻊ ﺍﷲ ﺍﻟﺫﻳ ﺃﻣﻨﻭﺍ ﻣﻨﻛﻡ ﻭﺍﻟﺫﻳﻦ ﺃﻭﺗﻭﺍﺍﻟﻌﻟﻢ ﺪﺭﺟﺖ     Maksudnya adalah bahwa Allah akan mengangkat orang-orang mukmin yang melaksanakan segala perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dengan memberikan kedudukan yang khusus, baik dari segi pahala maupun keridoan-Nya. Singkatnya bahwa setiap orang mukmin dianjurkan agar memberikan kelapangan kepada sesama kawannya ketika berada di majelis. Ketika kawannya datang belakangan; atau apabila dianjurkan agar ke luar meninggalkan majelis, maka segera tinggalkanlah tempat itu, dan jangan ada prasangka bahwa perintah tersebut akan menghilangkan haknya, melainkan merupakan kesempatan yang dapat menambah kedekatan kepada Tuhannya, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan yang dilakukan hamba-Nya, melainkan akan diberikan balasan yang setimpal di dunia dan di akhirat.

Sedangkan potonngan ayat   ﻭﺍﷲ ﺑﻣﺎ ﺗﻌﻣﻟﻭﻦ ﺧﺑﻳﺭ  maksudnya adalah bahwa Allah mengetahui setiap perbuatan yang baik dan buruk yang dilakukan hamba-Nya, dan akan membalas amal tersebut. Orang yang baik akan dibalas dengan kebaikan. Demikian pula orang yang berbuat buruk akan dibalas buruk, atau diampuninya.[4]

Ayat di atas selanjutnya sering digunakan para ahli untuk mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi atau mengadakan dan menghadiri majelis ilmu. Orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah.

Masalah selanjutnya menarik untuk dikaji dalam kaitan dengan ayat ini adalah berkenaan dengan utu al-`ilm (yang diberikan ilmu). Siapakah orang-orang yang diberikan ilmu tersebut? Untuk menjawab masalah ini, kita perlu terlebih dahulu membahas tentang apa yang dimaksud dengan ilmu.

Kata ilmu berasal dari bahasa Arab `ilm yang berarti pengetahuan, merupakan lawan kata dari jahl yang berarti ketidaktahuan atau bodoh.[5] Sumber lain mengatakan bahwa kata `ilm adalah bentuk mashdar dari `alima, ya`lamu, `ilman. Menurut Ibn Zakaria, pengarang buku Mu`jam Maqayis al-Lughah bahwa kata `ilm mempunyai arti denotative “bekas sesuatu yang dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya”. Menurut Ibn Manzur ilmu adalah antonym dari tidak tahu (naqid al-jahl), sedangkan menurut al-Asfahani dan al-Anbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (idrak al-syai’bi haqq qatih).[6]

Kata ilmu biasa disepadankan dengan kata Arab lainnya, yaitu ma`rifah (pengetahuan), fiqh (pemahaman), hikmah (kebijaksanaan), dan syu`ur (perasaan). Ma`rifah adalah padanan kata yang paling sering digunakan.

Di dalam Al-Qur`an, kata `ilm dan turunannya (tidak termasuk al-a`lam, al-`alamin, dan alamat yang disebut 76 kali) disebut sebanyak 778 kali).[7]

Keterangan tafsir seringkali ditekankan sehubungan dengan kelima ayat al-Qur`an yang paling pertama diwahyukan (Q.S. al-`Alaq, 96 ayat 1 sd 5) sebagaimana telah ditafsirkan pada bab terdahulu; surat a-Mujadalah 58 ayat 11, at-Taubah, 9 ayat 122; dan az-Zumar, 39 ayat 9, sebagaimana diterangkan pada bab ini.

Pengembangan ilmu fikih ini termasuk yang paling menonjol di dunia Islam, sehingga berbagai masalah sosial kemasyarakatan dan sebagainya selalu dilihat dari sudut pandang (paradigma) fikih. Hal ini tidak dapat dihindari mengingat motivasi untuk mengembangkan ilmu fiqih termasuk yang cukup kuat. Motivasi pengembangan ilmu fiqih ini sering dikaitkan dengan firman Allah SWT.

ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻦ ﺍﻟﻣﺅﻣﻧﻭﻦ ﻟﻳﻧﻓﺭﻭﺍ ﻛﺂﻓﺔ ﻓﻟﻮﻻ ﻧﻓﺭ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻓﺭﻗﺔ ﻣﻧﻬﻡ ﻄﺂﺋﻓﺔ ﻟﻳﺗﻓﻗﻬﻮﺍ ﻓﻲﺍﻟﺪﻳﻦ ﻮﻟﻳﻧﺫﺮﻮﺍﻗﻮ ﻣﻬﻡ ﺇﺫﺍ ﺮﺟﻌﻮﺍ ﺇﻟﻳﻬﻡ ﻟﻌﻟﻬﻡ ﻳﺣﺫﺮﻮﻦ

Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu`min pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menyadari dirinya. (Q.S. at-Taubah, 9:122).

Menurut al-Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu agama (wujub al-tafaqquh fi al-din) serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah didirikan serta mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya harus memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama dan maksud tersebut adalah termasuk ke dalam perbuatan yang tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi di hadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dari orang-orang yang berjihad dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah, bahkan upaya tersebut kedudukannya lebih tinggi dari mereka yang keadaannya tidak sedang berhadapan dengan musuh.[8] Berdasarkan keterangan ini, maka mempelajari fiqih termasuk wajib, walaupun sebenarnya kata tafaqquh tersebut makna umumnya adalah memperdalam ilmu agama, termasuk ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu tafsir, ilmu tasawuf dan sebagainya.

Selanjutnya perkembangan dalam ilmu teologi dijumpai ilmuwan muslim anatara lain Abu Hasan a-Asy`ari (873-935), al-Jubba`I (w.303 H.), Abu Mansur Muhammad al-Maturidi (w.944), dan Abu Yusr al-Bazdawi (421-493 h.) dalam lapangan hadis dikenal beberapa nama ilmuwan besar, seperti Imam Bukhori (w.870), Imam Muslim (w.875), at-Turmudzi (w.892). Tokoh-tokoh besar dalam lapangan tasawurf diantaranya adalah Hasan al-Basri (642-728), Rabi`ah al-Adawiyah (714-801), Abu Nasr Bisyr al-Hanafi (767-841), Zunnun al-Misri (w.860) al-Ghazali (w.1111), Abu Yazid al-Bustomi (w.874), dan Husein bin Mansur al-Hallaj (858-922).

ﺃﺪﻉ ﺇﻟﻰ ﺳﺑﻳﻝ ﺮﺑﻚ ﺑﺎﺍﻟﺣﻛﻣﺔ ﻭﺍﻟﻣﻭﻋﻇﺔ ﺍﻟﺣﺳﻧﺔ ﻭﺠﺎﺪﻟﻬﻡ ﺑﺎﻟﺗﻲ ﻫﻲ ﺃﺣﺳﻦ ﺇﻦ ﺭﺑﻙ ﻫﻭ ﺃﻋﻟﻡ ﺑﻤﻦ ﺿﻞ ﻋﻦ ﺳﺑﻳﻟﻪ ﻭﻫﻭ ﺃﻋﻟﻡ ﺑﺎﻟﻤﻬﺗﺩﻳﻦ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. an-Nahl, 16:125).

Potongan ayat yang berbunyi: …ﺃﺪﻉ ﺇﻟﻰ ﺳﺑﻳﻝ ﺮﺑﻚ

Maksudnya adalah serulah ummatmu wahai para Rasul dengan seruan agar mereka melaksanakan syari`at yang telah ditetapkannya berdasarkan wahyu yang diturunkannya, dengan melalui ibarat dan nasihat yang terdapat di dalam kitab yang diturunkannya. Dan hadapilah mereka dengan cara yang lebih baik dari lainnya sekalipun mereka menyakitimu, dan sadarkanlah mereka dengan cara yang baik.

Selanjutnya potongan ayat  ﺇﻦ ﺭﺑﻙ ﻫﻭ ﺃﻋﻟﻡ ﺑﻤﻦ ﺿﻞ ﻋﻦ ﺳﺑﻳﻟﻪ   maksudnya adalah bahwa sesungguhnya Tuhanmu wahai para Rasul adalah lebih mengetahui dengan apa yang berjalan dan diperselisihkan, dan juga lebih mengetahui cara yang harus ditempuh sesuai yang hak.

Ringkasan ayat tersebut menyuruh agar Rasulullah menempuh cara berdakwah dan berdiskusi dengan cara yang baik. Sedangkan petunjuk (al-Hidayah) dan kesesatan (al-djalal) serta hal-hal yang terjadi diantara keduanya sepenuhnya dikembalikan kepada Allah SWT, karena Dia-lah yang maha mengetahui keadaan orang-orang yang tidak dapat terpelihara dirinya dari kesesatan, dan mengembalikan dirinya kepada petunjuk.[9]

ﻭﻟﺗﻛﻥ ﻤﻧﻛﻡ ﺃﻤﺔ ﻳﺩﻋﻭﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺧﻳﺭ ﻭﻳﺄﻤﺭﻭﻥ ﺑﺎﻟﻤﻌﺭﻭﻑ ﻭﻳﻧﻬﻭﻥ ﻋﻥﺍﻟﻤﻧﻜﺭ ﻭﺃﻭﻟﺋﻙ ﻫﻢ ﺍﻟﻤﻓﻟﺣﻭﻥ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali `Imron, 3:104).

Pendidikan dan Jender Tinjauan Agama, Filosofis,dan Cendekiawan

  1. Tinjauan Agama Tentang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Pertama, kita dapat mempersoalkan penting sesuatu dengan melihat tempatnya. Dan kemudian kita dapat mempersoalkan pentingnya sesuatu. Biasanya sesuatu yang penting itu diletakan di depan, sedang yang kurang penting di belakang. Jadi sekarang baiklah kita meninjau masalah apakah kiranya yang mendapat tempat terkemuka dalam Islam. Untuk ini baiklah kita meninjau sedikit tentang pendidikan.

Di dalam Al Qur’an dan Al Hadist banyak ayat-ayat dan hadist yang berhubungan tentang pendidikan. Bahkan banyak diantara surah-surah di dalam Al Qur’an yang memakai nama hewan dan memakai nama-nama serangga. Berarti semua ilmu pengetahuan telah ada dasar-dasarnya di dalam Al Qur’an dan Hadist.

  1. Tinjauan Agama.

Pada hakikatnya pendidikan itu wajib bagi kaum pria dan wanita. Pendidikan keduniaan bagi pria dan wanita merupakan hukum suci dalam Islam. Hukum ini telah dikenal lima belas abad sebelum terpengaruh peradaban Barat.

Nabi Muhammad saw. Telah bersabda : Yang artinya “Menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin dan muslimat. Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai keliang lahat”. Banyak Hadist yang menyatakan pentingnya ilmu, bukan hanya mencarinya, tetapi juga menyebarluaskannya. Hadis tersebut antara lain, “Tinta dari seorang terpelajar lebih suci daripada darah syahid”. “Waktu sejam yang digunakan untuk memperhatikan ciptaan Allah lebih baik dari setahun beribadah”. “Barang siapa yang pergi dari rumah untuk menuntut ilmu, ia berjalan di jalan Allah”. “Malaikat akan membentangkan sayap-sayapnya di jalan yang dilaluinya”. Kita semua tahu bahwa pendidikan itu tidak membeda-bedakan antara pria dan wanita itu terbukti dengan adanya ayat-ayat Al Qur’an dan Hadist.

  1. Tinjauan Filosofis

Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri: apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu? Apakah ciri-ciri yang hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar? Kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah? Mengapa kita musti mempelajari ilmu? Apakah kegunaan yang sebenarnya?

Filsafat pendidikan dimulai dari kejadian manusia. Manusia diciptakan oleh Allah melalui perantara kedua ibu bapak yang diawali sejak dalam kandungan. Setelah lahir, menusia tumbuh menjadi anak-anak, remaja, dewasa, dan tua hingga datang ajal kematian. Setelah proses kematian manusia akan dihisab (diadili) dihadapan Allah swt.

  1. Surah Al Mukmin Ayat 67 tentang Proses Kejadian Manusia :

ﻫﻭﺍﻟﻨ ﻱ ﺧﻟﻗﻜﻢ ﻤﻦ ﺘﺭﺍﺐ ﺜﻢ ﻤﻦ ﻨﻄﻔﺔ ﺜﻢ ﻤﻦﻋﻟﻗﺔ ﺜﻢ ﻴﺨﺭﺟﻜﻢ ﻄﻔﻼ ﺜﻢ ﻟﺘﺑﻟﻐﻮﺍﺍﺷﺪﻜﻢ ﺜﻢ ﻟﺘﻜﻮﻨﻮﺍ ﺷﻴﻮﺧﺎ ﻮﻤﻨﻜﻢ ﻤﻦ ﻴﺘﻮﻔﺎ ﻤﻦ ﻘﺒﻞ ﻮﻟﺘﺒﻟﻐﻮﺍ ﺍﺠﻼ ﻤﺴﻤﻰ ﻮﻟﻌﻟﻜﻢ ﺘﻌﻗﻟﻮﻦ ﴿ﺍﻟﻤﺆﻤﻦ׃٦٧﴾

Artinya : “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani sesudah itu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkannya sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa ) kemudian (kamu dibiarkan hidup lagi) sampai tua, diantara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya)”. (QS. Al Mukmin : 67)

Filsafat pendidikan adalah proses pendewasaan jasmani dan rohani manusia.

  1. Bagaimana Islam Mendewasakan Jasmani Manusia.

Pertumbuhan jasmani lebih banyak upaya prepentif/menjaga. Upaya-upaya itu antara lain :

  1. Anjuran Memakan Makanan yang Halal dan Baik ﺤﻼﻻﻄﻴﺑﺎ halal berkaitan dengan kualitas, toyiban berkaitan dengan gizi. Beberapa jenis makanan yang halal terdapat dalam surat Al-Baqoroh ayat 172, surat Al-Maidah ayat 88, Al-Mu`min ayat 51 :

ﻴﺎﺃﻴﻬﺎﺍﻟﻨﻴﻦ ﺃﻤﻨﻮﺍ ﻜﻟﻮﺍ ﻤﻦ ﻄﻴﺑﺎﺖ ﻤﺎ ﺭﺯﻘﻨﺎﻜﻡ ﻮﺍﺸﻜﺭﻮﺍﷲ ﺇﻦ ﻜﻨﺗﻡ ﺇﻴﺎﻩ ﺗﻌﺑﺪﻭﻦ ﴿ﺍﻟﺑﻘﺮﻩ׃١٧٢﴾

ﻭﻜﻟﻮﺍﻤﻤﺎ ﺮﺰﻘﻜﻢ ﺍﷲ ﺤﻼﻻ ﻄﻴﺑﺎ ﻭﺍﺗﻘﻭﺍﺍﷲ ﺍﻠﻨ ﻱ ﺃﻨﺗﻡ ﺑﻪ ﻤٶﻤﻨﻭﻦ ﴿ﺍﻠﻤﺎﺋﺪﻩ׃٨٨﴾

ﻴﺎﺍﻴﻬﺎﺍﻠﺮﺴﻞ ﻜﻟﻭﺍﻤﻦﺍﻠﻄﻴﺑﺎﺖ ﻮﺍﻋﻤﻟﻭﺍﺻﺎﻟﺤﺎ ﺇﻨﻰ ﺑﻤﺎ ﺗﻌﻤﻟﻭﻦﻋﻟﻴﻢ ﴿ﺍﻟﻤﺅﻤﻦ׃٥١﴾

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah”. (Al-Baqoroh : ayat 172).

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (Al-Maidah : 88).

“Hai Rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya aku maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Mu`minun :51)

  1. Larangan Memakan Makanan
    1. Bangkai
    2. Darah
    3. Daging Babi dan Anjing

Larangan memakan makanan seperti bangkai, darah, dan daging babi dan anjing terdapat di dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3.

ﺤﺮﻤﺖ ﻋﻟﻴﻜﻢ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ ﻮﺍﻟﺪﻢ ﻮﻟﺤﻢ ﺍﻟﺤﻢ ﺍﻟﺧﻨﺯﻴﺮﻮﻤﺎ ﺃﻫﻞ ﻟﻐﻴﺮﺍﷲ ﺑﻪ ﴿ﺍﻟﻤﺎﺋﺪﻩ׃٣﴾

Artinya : “Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah”. (Al-Maidah ayat : 3).

Adapun haramnya anjing didasarkan pada hadits :

ﻋﻥﺃﺑﻲﻫﺮﻴﺮﺓ ﺮﻀﻲ ﺃﷲﻋﻨﻪ ﻘﺎﻝ : ﻘﺎﻝ ﺮﺴﻮﻝ ﺃﷲ ﺻﻟﻰ ﺃﷲ ﻋﻟﻴﻪ ﻮﺴﻟﻡ ﻄﻬﻮﺮ ﺃﻨﺎﺀ ﺃﺤﺪﻜﻡ ﺇﺬﺍ ﻮﻟﻎ ﺍﻟﻜﻟﺐ ﺃﻦﻴﻐﺴﻟﻪ ﺴﺑﻊ ﻤﺮﺍﺖ ﺃﻭﻻ ﻫﻦ ﺑﺎﻟﺘﺮﺍﺐ

Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Diterangkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda “bersihkkan bejanamu yang dijilat anjing yaitu denganmembasuh tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan tanah”. (HR. Muslim).

Alasan tentang haramnya anjing dan babi.

Haramnya babi dan anjing antara lain adalah sebagai berikut :

  1. Haramnya babi adalah karena secara pasti dan jelas telah dinyatakan oleh Allah swt sebagaimana yang dinyatakan di dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3.
  2. Daging babi adalah bukan hanya dagingnya saja yang haram melainkan semuanya itu haram.
  3. Karena babi telah dinyatakan haram yang berarti jumlah najis maka segala apa yang keluar dari padanya najis juga, dan para ulama telah sepakat bahwa najis babi itu termasuk najis yang berat (Najis Mugholadzoh).
  4. Mengenai haramnya anjing, karena berdasarkan hadits-hadits :
  5. Karena najisnya, dan syariat islam memang menentukan bahwa barang yang najis itu haram hukumnya.
  6. Bukti haramnya anjing karena najisnya adalah larangan memperjual belikan anjing dan memang islam melarang memperjual belikan sesuatu yang haram.
  7. Tidak boleh meminum meniman yang memabukkan.

Khamer atau minuman keras itu haram hukumnya, berdasarkan firman Allah swt di dalam surat Al-Maidah : 90

ﻴﺎﺃﻴﻬﺎﺍﻟﺬﻴﻦ ﺃﻤﻨﻭﺍ ﺇﻨﻤﺎﺍﻟﺧﻤﺮﻭﺍﻟﻤﻴﺴﺮ ﻭﻻﻨﺻﺎﺐ ﻭﻻﺯﻻﻢ ﺮﺠﺲﻤﻦﻋﻤﻞ

ﺍﻠﺷﻴﻄﺎﻦ ﻔﺎﺠﺘﻨﺑﻮﻩ ﻠﻌﻠﻜﻢ ﺘﻔﻠﺣﻮﻦ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khomer, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan yang keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al-Maidah ayat 90).

Tiap-tiap yang memabukkan dan yang menghilangkan akal pikiran itu dinamakan khomer (minuman keras) dan tiap-tiap yang menghilangkan akal pikiran haram hukumnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh nabi Muhammad saw di dalam haditsnya :

ﻜﻞ ﻤﺴﻛﺮﺧﻤﺮ ﻮﻜﻞ ﻤﺴﻛﺮ ﺣﺮﺍﻢ

Artinya : “Tiap-tiap yang memabukkan itu dinamakan khomer, dan tiap-tiap yang memabukkan itu haram hukumnya”.

Nilai haram minuman keras itu bukan pada masalah banyak sedikitnya barang yang diminum akan tetapi terletak pada jenis minuman itu sendiri. Jadi, siapapun dan dalam jumlah berapapun minuman keras yang diminum itu tetap hukumnya haram.

Sabda Nabi Muhammad saw.

ﻤﺎﺃﺴﻛﺮﻜﺛﻴﺮﺓ ﻔﻗﻟﻴﻟﻪ ﺤﺮﺍﻢ  ﴿ﺮﻭﺍﻩﺃﺤﻤﺪﻭﺍﻟﺘﺮﻤﺫﻯ﴾

Artinya : Sesuatu yang dapat memabukkan, banyak atau sedikitpun hukumnya haram juga.

  1. Larangan Berbuat Seks Bebas (Zina)

Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang wanita, atas kehendak bersama tanpa melalui ikatan pernikahan.

Berzina hukumnya dosa besar, sesuai dengan firman Allah swt di dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 2 :

ﺍﻟﺯﺍﻨﻴﺔ ﻭﺍﻟﺯﺍﻨﻲ ﻔﺎﺠﻟﺪﻭﺍ ﻜﻞ ﻭﺍﺤﺪ ﻤﻨﻬﻤﺎ ﻤﺎﺋﺔ ﺠﻟﺪﺓ ﴿ﺍﻟﻨﻭﺭ: ۲ ﴾

Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera”.

  1. Pendewasaan Akal

Pendewasaan akal melalui jalan pikiran. Untuk memahami segala macam ilmu pengetahuan, seseorang harus pandai membaca. Dalam membaca itu harus didahului dengan menyebut nama Tuhan yakni dengan membaca “Basmalah” terlebih dahulu dan ingat akan kekuasaan yang dimilikinya.

Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, karena ilmu itu kehidupan bagi islam dan tiang iman. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang berbunyi :

ﺍﻟﻌﻟﻢ ﺤﻴﺎﺓ ﺍﻹﺴﻼﻡ ﻮﻋﻤﺎﺪ ﺍﻹﻴﻤﺎﻥ ﻮﻤﻥ ﻋﻟﻢ ﻋﻟﻤﺎ ﺃﺗﻤﻪﺍﷲ ﺃﺠﺮﻩ ﻮﻤﻥ ﺗﻌﻟﻢ ﻔﻌﻤﻞ ﻋﻟﻤﻪﺍﷲ ﻤﺎﻟﻢ ﯿﻌﻟﻢ   ﴿ﺮﻭﺍﻩﺍﺑﻭﺍﻟﺸﯿﺦ﴾

Artinya : “Ilmu itu kehidupan islam dan tiang iman, barang siapa mengajarkan ilmu maka Allah menyempurnakan pahalanya, dan barang siapa belajar kemudian mengamalkannya maka Allah mengajarkannya apa yang belum diketahuinya”. (HR.Abu Syaikh).

Islam memerintahkan agar kita belajar membaca dan menulis serta mempelajari ilmu pengetahuan demi meningkatkan derajat kita sebagai makhluk ciptaan Allah Swt yang maha mulia.

Kita diperintahkan agar senantiasa mengadakan penyelidikan dan penelitian terhadap segala sesuatu yang belum kita ketahui, sehingga kita kuasai, sesuai maksud yang terkandung dalam kalimat

ﻋﻟﻢ ﺍﻹﻧﺴﺎﻦ ﻤﺎﻟﻢ ﯿﻌﻟﻢ

  1. Pendewasaan Qolbu
    1. Mendekatkan diri kepada yang maha suci

Menurut Al-Quran manusia diciptakan di dunia ini adalah untuk menyembah atau mengabdikan diri kepada Allah swt.

Menyembah kepada Allah swt pada intinya adalah berhubungan dengan Allah swt, memuja kebesaran Allah swt, dan berdoa kepada Allah swt agar manusia dekat kepada-Nya.  Upaya untuk mendekatkan diri yang utama adalah melalui komitmen melaksanakan rukun islam sesuai dengan tuntunan atau syariat islam. Dengan demikian, tugas manusia untuk menyembah Allah swt merupakan ibadah. Yaitu hubungan komunikasi langsung terhadap Allah swt atau sering disebut dengan istilah “hablum minallah” tanpa suatu perantara menuju keridloan-Nya.

Sesuai dengan firman Allah swt di dalam Al-Quran surat Adz-Adzariyat ayat 56 :

ﻮﻤﺎ ﺨﻟﻘﺖ ﺍﻟﺠﻦ ﻮﺍﻹﻧﺲ ﺇﻻ ﻟﻴﻌﺑﺪﻮﻦ ﴿ﺍﻟﺬﺭﻴﺎﺖ׃٥٦﴾

Artinya : “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melaikan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat : 56).

  1. Allah swt menciptakan jin dan manusia untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya.
  2. Menyembah kepada Allah swt adalah ibadah, baik berupa ibadah khusus (mahdhoh) dan ibadah umum (ghairu mahdhoh).
  3. Mencari ridho Allah swt, pengertiannya adalah bahwa setiap perbuatan, pengeabdian, penyembahan khusus diawali dengan basmalah dan niat memohon ridho Allah swt.

Hadits Nabi Muhammad saw menyatakan sebagai berikut :

ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻷﻋﻤﻞ ﺑﺎﺍﻟﻨﻴﺎﺖ

Artinya : “Sesungguhnya segala sesuatu amal itu hendaklah disertai dengan niat”. (HR. Bukhori Muslim).

Setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh seluruh anggota tubuh termasuk mulut, tangan, dan kaki, akan mendapatkan hasil berdasarkan niatnya. Niat ikhlas meruppakan syarat diterimanya suatu amal ibadah, sedangkan amal perbuatan yang tidak ikhlas akan menjadi sia-sia.

Dalam beribadah kita harus selalu ikhlas mengerjakannya karena Allah, sesuai dengan firman-Nya dalam Al-Quran surat Al-An`am : 162-163 :

ﻘﻞ ﺇﻦﺍﻟﺼﻼﺗﻲ ﻭﻨﺴﻜﻲ ﻭﻤﺤﻴﺎﻱ ﻭﻤﻤﺎﺗﻲ ﷲ ﺮﺐﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ. ﻻﺸﺮﻴﻚﻟﻪ ﻮﺑﺬﺍﻟﻚ ﺃﻤﺭﺖ ﻮﺃﻨﺎ ﺃﻮﻞﺍﻟﻤﺴﻟﻤﻴﻦ ﴿ﺃﻷﻨﻌﺎﻢ  ١٦٣-١٦٢﴾

Artinya : “Katakanlah : sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah. Tuhan semesta alam tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama menyerah diri (kepada Allah swt)”.

(QS. Al-An`am : 162-163).

Allah swt memerintahkan supaya manusia menyembah kepada Allah dengan menunaikan ketaatan kepada-Nya dan menjalankan agama dengan lurus yaitu jauh dari perbuatan syirik atau menyekutukan Allah swt.

Kesesatan merupakan suatu bentuk ketidakikhlasan dalam beribadah.

Demikian  juga berfilsafat berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah kita ketahui: apakah ilmu telah mencakup segenap pengetahuan yang seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini.

Seseorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seseorang berdiri di puncak tinggi memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh.Seorang ilmuwan tidak puas lagi mengenai ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral, kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada dirinya.

  1. Cendekiawan Muslim dalam Pendidikan Indonesia Baru

Masyarakat warga (civil society), antara lain dicirikan oleh adanya kejelasan hak dan kewajiban bagi setiap warga Negara dalam kehidupan bersama. Masyarakat, dalam masyarakat warga memiliki akses ke dalam proses pengambilan keputusan Negara dan melakukan “pengawasan” (check and balances) terhadap proses penyelenggaraan Negara. Pada sisi yang lain, dalam masyarakat warga, penyelenggaraan Negara mempunyai tingkat akuntabilitas umum (public accountability) yang tinggi, karena benar-benar menjalankan tugasnya sebagai pemegang amanat rakyat.

Dalam perspektif di atas, konsep “masyarakat warga” (civil society) mempunyai analogi dengan konsep ummah. Jika civil society dinisbatkan dengan masyarakat demokratis, maka “masyarakat utama” (ummah) juga merupakan wujud dari masyarakat demokratis. Namun terdapat perbedaan esensial antara keduanya, yaitu bahwa ummah – sebagai komunitas keagamaan – sangat terikat dengan nilai-nilai ketuhanaan. Oleh karena itu, “kedaulatan rakyat” dalam konteks ummah tidak bersifat mutlak. Tapi menjadi manifestasi dari kekuasaan mutlak tuhan.

Konsep masyarakat utama (ummah) memiliki relevansi dengan konsep Indonesia modern yang kita cita-citakan. Sebagaimana terdapat korelasi antara Islam dan Indonesia, maka perwujudan masyarakat utama dapat pula terintegrasi dalam pembangunan masyarakat Indonesia modern.

Pembangunan Indonesia modern adalah agenda yang harus diwujudkan menghadapi tantangan masa modern. Kemodernan dan proses kemodernan merupakan keniscayaan historis yang tidak dapat dielakkan. Sesuatu bangsa dituntut dapat menghadapi dan menyiasatinya dengan menyiapkan sumber daya manusia modern.

Indonesia modern adalah suatu cita-cita yang harus diwujudkan agar bangsa Indonesia bisa tampil berperan di dunia modern. Karena sebuah bangsa yang tidak mampu memodernisasi dirinya mengikuti arus kemoderenan akan tidak diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain, dan tidak mustahil akan terpelanting dari peta dunia modern.

Manusia dan masyarakat modern memiliki beberapa kecenderungan antara lain: Pertama, rasional dalam menghadapi segala hal, yaitu dapat memberikan pertimbangan yang logis dalam menentukan pilihan dan penilaian. Kedua, terbuka, yaitu toleran, apresiatif dan akomodatif terhadap perkembangan di luar  dirinya yang dinilai mengandung kebaikan, dan Ketiga, disiplin terhadap waktu, yaitu kecenderungan untuk menghargai waktu dengan mengisi dan memanfaatkannya dengan efektif dan efisien. Disiplin waktu ini melahirkan kecenderungan untuk menampilkan  hidup yang berencana dengan perencanaan strategis dan berorientasi pada efisiensi dan efektivitas kerja.

Bagi bangsa Indonesia, kriteria kemodernan sebenarnya berhubungan erat dengan  nilai-nilai dasar Pancasila. Sebagai manusia yang ber-Pancasila, manusia dan masyarakat Indonesia yang modern adalah manusia dan masyarakat Pancasila itu sendiri, yaitu masyarakat yang memiliki komitmen pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kemasyarakatan, dan keadilan.

Dengan demikian, kemodernan  yang perlu dikembangkan adalah sebuah “kemodernan relijius“ atau ”kemodernan etis”. Kemodernan ini merupakan konsep yang menekankan keseimbangan, baik antara individualitas dan kolektivitas pada satu sisi, maupun antara antropo-centrisme ( manusia sebagai pusat kehidupan) dan teo-centrisme ( Tuhan sebagai pusat kehidupan ) pada sisi yang lain.

Elit strategis adalah sebuah kelompok yang menguasi posisi-posisi yang strategis dalam masyarakat dan mempengaruhi proses perubahan masyarakat tersebut. Kelompok ini terdiri dari individu-individu yang tersebar dalam berbagai bidang kehidupan – politik, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan  dan teknologi – namun mereka memiliki visi dan komitmen yang sama tentang masa depan. Dengan meletakkan masa depan sebagai titik temu (meeting point) pandangan, elit strategis bersatu mengartikulasikan diri untuk mengimplementasikan cita-cita mereka tentang masa depan itu.

Sebagai elit strategis, cendekiawan muslim harus mempunyai komitmen terhadap kemodernan, kemajuan, dan keunggulan masa depan.

Hal itu sejalan dengan watak Islam yang merupakan “agama modern”. Islam adalah agama universal yang tepat dan sesuai dengan segala dimensi ruang dan dimensi waktu. Sejalan dengan dinamika zaman yang berkembang progresif ke arah kemajuan dan kemodernan Islam membawa konsep kemajuan dan kemodernan.

Pangkal dari kemajuan dan kemodernan ini adalah penegasan Islam akan pentingnya etos kerja dan etos ilmu, seperti terdapat dalam banyak ayat al-Qur`an dan al-Hadist. Secara empirik, cita kemodernan Islam telah diwujudkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam model pembangunan masyarakat utama (masyarakat madani) selam kurang lebih 12 tahun di kawasan yang sekarang dikenal dengan al-Madinah al-Munawwarah. Madinah berhubungan dengan kata tamaddun yang berarti peradaban. Madinah dengan demikian merupakan cita-cita peradaban yang mencakupi unsur kemodernan dan keagamaan sekaligus.

Dalam perspektif tersebut, terdapat kemungkinan pengaitan antara etika keagamaan dengan kebudayaan. Perumusan konsep etika keagamaan (ethico-religious concepts) merupakan tantangan bagi para cendekiawan muslim. Dalam hal ini komitmen keagamaan dan komitmen keilmuan cendikiawan muslim ditantang untuk mampu menghadirkan konsep etika-keagamaan yang dapat memperkuat perwujudan masyarakat Indonesia modern.

Dalam rangka perwujudan masyarakat utama dalam konteks Indonesia modern tersebut terdapat beberapa agenda yang mendesak dilakukan. Di antara agenda itu adalah bagaimana ditemukan etika keagamaan yang dapat mendorong umat Islam  dan bangsa Indonesia untuk mempunyai orientasi hidup yang dinamis dan progresif. Kemudian, yang tidak kalah pentingnya, adalah dirumuskannya etika keagamaan yang dapat meningkatkan etos kerja, etos ilmu, dan etos kebersamaan di kalangan umat Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa 2006. Tafsir al-Maraghiy, Jilid X, (Beirut; Dar al-Fikr, tp.th.),

Ensiklopedi Al-Qur`an, Kajian Kosakata dan Tafsirnya, (Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997), Cet.I,

Ensiklopedi Islam, jilid 2, (Jakarta: Van Hoeve Ichtiar Baru, 1997), cet. Ke-4.

[1] Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghiy, Jilid X, (Beirut; Dar al-Fikr, tp.th.), hal.16.

[2] Ibid., hal. 16.

[3] Ibid., hal. 16-17.

[4] Ibid., hal. 17.

[5] Ensiklopedi Islam, jilid 2, (Jakarta: Van Hoeve Ichtiar Baru, 1997), cet. Ke-4, hal.2001.

[6] Ensiklopedi Al-Qur`an, Kajian Kosakata dan Tafsirnya, (Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997), Cet.I, hal.150.

[7] Ensiklopedi Al-Qur`an, op. cit., hal.150.

[8] Ahmad Mustafa al-Maragiy, Tafsir al-Maraghiy, jilid IV, (Beirut Dar al-Fikr, tp. Th.), hal.48.

[9] Ahmad Mustafa al-Maragiy, Tafsir al-Maraghiy, jilid V, (Beirut Dar al-Fikr, tp. Th.), hal.161.

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *