Banten.Net.Com, SERANG – Presiden Joko Widodo memastikan dirinya tidak akan menandatangani lembar pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DRPD (UU MD3).
“Hari ini kan sudah terakhir dan saya sampaikan saya tidak menandatangani UU tersebut,” kata Jokowi pada awak media, Rabu ( 14 / 3 ) Saat Kunjungan Kerja di Serang – Banten.
Jokowi menyadari, meski dirinya tidak menandatangani, UU MD3 tetap akan mulai berlaku pada Kamis (15/3/2018) besok.
Baca juga UU MD3 Berlaku Besok, Ketua DPR Minta Masyarakat jangan khawatir Berdasarkan aturan, Presiden diberi waktu 30 hari setelah disahkan DPR untuk menandatangani UU Jika tidak ditandatangani, UU tersebut tetap berlaku.
UU MD3 disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 12 Februari 2018.
Jokowi mengaku, dirinya tidak menandatangani karena menangkap keresahan masyarakat terkait adanya sejumlah pasal kontroversial dalam UU MD3.
“Kenapa tidak saya tandatangani, ya saya menangkap keresahan yang ada di masyarakat, Kata Kepala Negara.
Disamping itu Fadli Zon mengakui bahwa Presiden tak mau teken UU MD3, tentunya apa yang dilakukan pemimpin negara, hanya menjaga keresahan.
Jokowi mengaku, tidak mendapatkan penjelasan mengenai sejumlah pasal kontroversial dalam UU MD3 dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Jokowi pun mempersilahkan masyarakat untuk melakukan uji materi UU MD3 ke MK.
Ia juga mengaku tidak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan sejumlah pasal kontroversial di UU MD3.
Wacana itu sempat dipertimbangkan Jokowi, Di uji materi dulu lah coba, ini kan yang mengajukan uji materi kan banyak ke MK, Ucapnya.
Pasal-pasal dalam UU MD3 yang menuai polemik lantaran dinilai mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi, yakni Pasal 73 yang mengatur tentang menghadirkan seseorang dalam rapat di DPR atas bantuan aparat kepolisian.
Sementara ada dua UU MD3 diantara Kado Memprihatinkan Dua Dekade Reformasi yakni:
Ada juga Pasal 245 yang mengatur angota DPR tidak bisa dipanggil aparat hukum jika belum mendapat izin dari MKD dan izin tertulis dari Presiden.
Terakhir, yakni Pasal 122 huruf k yang mengatur kewenangan MKD menyeret siapa saja ke ranah hukum jika melakukan perbuatan yang patut diduga merendahkan martabat DPR dan anggota DPR.
Arif/red