BantenNet.com, BANTEN – Seni dan kebudayaan Islam yang berkembang di seluruh kepulauan Indonesia banyak dipengaruhi oleh kebudayaan kebudayaan yang sudah lama berada di kesukuan tersebut.
Selain itu, kebudayaan Islam di Indonesia berkembang setelah terjadi akulturasi (pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi) dengan kebudayaan yang ada pada saat itu.
Hal itu dikarenakan dalam proses penyebaran Islam di antaranya dengan cara pendekatan sosial budaya.
Unsur budaya setempat, seperti tulisan, arsitektur, bahasa, dan kesenian yang bernilai Islami juga dilakukan oleh para mubalig dalam menyebarkan agama Islam di kepulauan Indonesia, seperti di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa.
Contohnya, adat Makeuta dari Sumatra, yaitu adat yang berlaku dikalangan masyarakat yang merupakan hasil perpaduan antara adat lokal yang telah berlaku sejak nenek moyang masyarakat Aceh dengan adat yang didasari nilai-nilai agama Islam.
Diantara seni budaya lokal yang merupakan tradisi Islam antara lain:
A. Seni Musik
Adapun gamelan Bali tampak eksotis karena musik-musik ini memang dipakai untuk mengiringi persembahan kepada para Dewa.
Dengan suara yang lembut pada gamelan Jawa diharapkan dapat menimbulkan rasa tenang untuk bertafakur mengabdi kepada Tuhan.
Demikian halnya yang terdapat pada gamelan Sunda dan Madura yang mayoritas masyarakatnya memeluk Islam.
Berbeda dengan gamelan Bali dengan agama Hindu yang dianut masyarakatnya. Kondisi ini tentunya akan berlainan jika Islam tidak berkembang di Jawa, Madura, maupun Sunda, hingga masyarakatnya tetap memeluk agama Hindu.
Qosidah berasal dari kata “qasidah” (bahasa Arab), artinya “lagu atau nyanyian”. Namun arti qosidah selanjutnya menunjuk kepada lagu dan musik dengan ciri tersendiri, yaitu lagu dnegan syair-syair bertemakan agama Islam atau dakwah Islam.
Qosidah diadakan dengan maksud untuk memberikan hiburan musik dan seniman muslim berkreasi dengan maksud tertentu, misalnya rekreasi (hiburan), menyemarakan hari-hari besar Islam dan dakwah Islam.
Untuk pertama kalinya, qosidah ditampilkan oleh kaum Ansar (penolong Nabi Muhammad SAW dan sahabat sahabatnya dari kaum Muhajirin dalam perjalanan hijrah dari tanah kelahirannya (Mekah) ke Yatsrib (Madinah). Pada saat itu beberapa kaum Ansar menyambut kedatangan Nabi dan mendendangkan lagu-lagu pujian diiringi dengan lantunan musik rebana.
Lagu-lagu pujian saat itu pun melegenda hingga hari ini sebagai lagu klasik dan masih dapat dinikmati hingga sekarang.
Qosidah menunjukkan grup kesenian dengan alat musik yang paling pokok adalah rebana, kecrek, dan sebagainya.
Satu grup kesenian qosidah terdiri atas lima hingga enam orang dengan memainkan rebana berbagai ukuran, dari yang paling kecil hingga rebana yang paling besar, ditambah dengan alat kecrek.
Pada perkembangan selanjutnya kesenian qosidah dapat dimainkan dengan alat kesenian lainnya sesuai keterampilan seniman itu sendiri.
a). Mendorong orang untuk beribadah dan taat kepada Allah.
b). Mendorong keimanan kepada Allah.
c). Mendorong orang agar memiliki etos kerja tinggi dan berjiwa patriotis.
d). Tidak menampilkan pornografi maupun porno-aksi.
e). Tidak menampilkan syair yang cengeng.
f). Mendorong agar menjauhi gaya hidup mewah serta riya.
g). Mendorong orang untuk bertindak amar ma’ruf dan nahi mungkar.
Bangunan masjid yang berdiri di beberapa daerah menunjukkan arsitektur lokal. Misalnya bangunan Masjid Demak, Masjid Kudus, dan Masjid Sunan Ampel. Arsitektur Masjid Agung Demak merupakan arsitektur khas Nusantara. Atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama kaki berbeda dengan atap masjid yang ada di Timur Tengah.
Atap Masjid di Timur Tengah lebih terbiasa dengan kubah. Kubah tidak terdapat diatap Masjid Demak. Bentuk bangunan masjid tradisional Jawa Tengah.
Bentuk bangunan Masjid Demak justru mengadopsi model bangunan tempat peribadatan agama Hindu.
Hal ini dimaksudkan untuk membumikan masjid sebagai tempat peribadatan umat Islam di tengah pemeluk agama Hindu. Ini merupakan bukti bahwa budaya lokal mengalami akulturasi dengan budaya Islam yakni di bidang arsitektur.
Ukiran-ukiran yang menjadi hiasan ornamen pada masjid tidak sedikit yang menggabungkan antara seni ukir lokal dengan kaligrafi Arab.
Ada juga yang berbentuk simbol-simbol tertentu yang mengandung pesan ajaran Islam.
Kaligrafi sebagai motif hiasan dapat dijumpai di masjid-masjid kuno, seperti ukiran yg terdapat di Masjid di daerah Jepara.
Gedok dan wayang Purwa dengan cerita Mahabarata dan Ramayana. Ketika Islam baru masuk di Pulau Jawa, para Mubalig bersikap toleran dengan adat-istiadat lama. Tradisi yang tidak bertentangan dengan Islam diteruskan dan disesuaikan dengan ajaran Islam, termasuk seni wayang.
Misalnya pada seni rebana tari tari Zapin, bacaan shalawat dengan menggunakan lagu lagu tertentu.
Pujangga-pujangga kerajaan dan para wali banyak menghasilkan karya-karya sastra jenis suluk ini, antara lain:
Hamzah Fansuri menghasilkan karya sastra dalam bentuk puisi yang bernafaskan keislaman.
Contoh: Syair Perahu dan Syair DagangSyekh Yusuf, Seorang ulama Makassar yang diangkat sebagai pujangga kerajaan Banten, berhasil menulis beberapa buku tentang tasawuf.
>***