Ini Tanggapan Terbaru ICW Soal Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah Madrasah di Kabupaten Tangerang

Avatar photo
Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta ( dok: BantenNet)

BantenNet, JAKARTA  – Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali bersuara atas adanya dugaan kasus korupsi dana hibah madrasah yang menyeret nama Ketua DPRD Kabupaten Tangerang. Belum adanya penanganan serius atas pelaporan tersebut dari Aparat Penegak Hukum (APH) terlebih justru munculnya tindakan ‘kriminalisasi’ dengan dilaporkannya Henri Munandar sebagai pelapor ke Polda Metro Jaya, membuat keprihatinan tersendiri bagi lembaga penggiat anti korupsi ini.

“Kami prihatin dengan masih belum adanya penanganan atas laporan tersebut, terlebih kami mendapat informasi justru Hendri Munandar sebagai masyarakat yang peduli dalam upaya pemberantasan korupsi dengan membuat laporan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Kejati (Kejaksaan Tinggi) Provinsi Banten justru malah dilaporkan balik ke Polda Metro Jaya,” papar  Staf Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW,Diki Anandiya.

Diki menjelaskan adanya penanganan atas pelaporan balik kepada masyarakat sebagai pelaporan menunjukan bahwa penegak hukum sendiri tidak mengindahkan esensi atas pentingnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Sebab jika hal ini terus terjadi maka ke depan  masyarakat akan semakin merasa terancam ketika berniat melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke aparat penegak hukum.

“Jika ini dibiarkan maka masyarakat akan takut dilaporkan balik, dan akhirnya mereka menjadi apatis saat mengetahui adanya kasus korupsi,” jelas Diki.

Padahal menurut Diki, berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ditegaskan bahwa pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik Pidana maupun Perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya.  Itu artinya lanjut Diki, jika terdapat tuntutan hukum kepada pelapor atas laporannya tersebut, maka tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus telah memiliki kekuatan hukum tetap oleh Pengadilan.

Terlebih jelas Diki terkait upaya pemberantasan korupsi sesuai dengan Pasal 25 UU No, 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) maka seharusnya pihak kepolisian menunggu terlebih dahulu bagaimana penuntasan dari laporan masyarakat tersebut karena Pasal a quo menegaskan bahwa penyidikan terhadap kasus korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian cepat.

“Seharusnya Polda Metro Jaya tidak dapat mengambil langkah gegabah dengan menindaklanjuti laporan pencemaran nama baik karena inisiatif masyarakat yang melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi,” jelasnya,

Selain itu menurut Diki adanya peristiwa baik itu kriminalisasi, intimidasi dan ancaman merupakan bentuk pemberangusan peran serta masyarakat dan berpotensi besar melanggengkan praktik korupsi. Padahal menurut Diki, masyarakat memiliki hak untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap proses penyelenggaraan negara. Di saat yang sama, setidaknya terdapat sejumlah regulasi yang menjamin peran serta masyarakat, antara lain, Pasal 41 UU Tipikor dan peraturan pelaksananya dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

“Dua regulasi tersebut setidaknya sejalan dengan ketentuan dalam Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption, UNCAC) dimana dalam pasal 13 konvensi tersebut menegaskan setiap negara peserta, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan partisipasi aktif dari masyarakat maupun kelompok di luar sektor publik dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Menurut Diki merujuk pada catatan tersebut, ICW telah mengeluarkan tiga poin pernyataan sikap, antara lain pertama, mendesak Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk menghentikan proses hukum atas laporan pencemaran nama baik karena inisiatif masyarakat untuk membongkar korupsi.

Kedua, Kejaksaan Tinggi Banten harus segera menindaklanjuti laporan atas dugaan pemotongan dana hibah madrasah untuk pembangunan ruang kelas di Kabupaten Tangerang.

Ketiga, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban harus segera memberikan perlindungan kepada pelapor tindak pidana korupsi selama laporan yang ia sampaikan kepada aparat penegak hukum berjalan.

Sementara itu Hendri Munandar sebagai pihak pelapor atas adanya dugaan kasus korupsi dana hibah madrasah yang menyeret nama Ketua DPRD Kabupaten Tangerang ke KPK dan Kejati Banten membenarkan jika dirinya telah dipanggil oleh Unit I Subdit IV Tipid Siber Dirkrimsus Polda Metro Jaya pada Kamis 2 Maret 223 lalu untuk dimintai klarifikasi. Pemanggilan tersebut jelas Hendri  atas adanya laporan polisi LP/B/683/II/2023/SPKT/POLDA Metro Jaya tanggal 6 Februari 2023.

“Anehnya nomor LP dan unit yang menangani kasus kemarin berbeda dengan LP dan unit yang selama ini disiarkan media pada Januari lalu. Kok kasus yang sama bisa dilaporkan dengan 2 LP berbeda dan 2 unit yang berbeda.

Hendri pun mengaku atas adanya laporan ke Polda Metro Jaya tersebut, dirinya telah meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).   Dan prmohonan tersebut telh mendapatkan tanggapan dari LPSK.

“Alhamdulilah surat permohonan saya telah direspon LPSK dan saat ini pihak LPSK tengah melakukan analisis,” jelasnya.

>sdn/red