Oleh: H. Lukman Hakim, Pengurus MWC NU Tigaraksa Tangerang, Ketua MGMP PPKn SMA Kabupaten Tangerang
Sejak enam tahun lalu, 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015. Tema peringatan di tahun 2019 adalah “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia.”
Tahun-tahun sebelumnya, tema bersifat domestik tentang kontribusi dan kemandirian santri serta kedamaian negeri. Tema perdamalan dunia sangat relevan karena kita masih menyaksikann krisis kemanusiaan akibat perang di berbagai belahan bumi.
Sebagaimana santri Indonesia tidak harus berlatih kemiliteran agar siap dikirim menjadi pasukan perdamaian dunia karena itu menjadi tugas TNI Peran santri adalah membangun kesadaran bahwa betapab bangsa Indonesia sejak awal eksistensinya bersifat majemuk.
Pondok pesantren adalah miniatur Indonesia sebab santri dari seluruh pelosok nusantara berkumpul untuk menuntut ilmu. Bahkan, warga non-Islam bisa datang ke pesantren untuk belajar ilmu hahasa, falsafah, pertanian, atau keahlian lain.
Dalam konteks perdamaian dunia, santri dapat menanamkan dan menyebarluaskan nilai universal Islam yang sejalan dengan nila kemanusiaan, Ada tiga sikap dan nilai dasar yang dapat dipromosikan Pertama, sikap moderasi Islam. Santri adalah duta umat Islam yang memiliki konsep berpikir dan bertindak moderat.
Kedua, nilai yang patut diperjuangkan untuk perdamaian dunia adalah tasamuh, berjiwa terbuka dan berlapang dada atas perbedaan yang ada.
Krisis keamanan juga masa berlangsung
di Yaman, Afghanistan, Sudan, wilayah selatan Arab Saudi. Selain itu, yang tak bisa di-abaikan adalah konflik lebih dari separuh abad akibat penjajahan Israel atas Palestina Pada berbagai konflik itu terselip perta rungan kepentingan antarnegara adidaya. Umat Islam hanya menjadi korban. Lalu, mungkinkah kaum santri sebagai bagian dari umat terpelajar mampu mengartikulasikan perdamaian dunia?
Di dalam negeri lebih di prioritaskan karena Indonesia juga masih menghadapi tantangan dalam berbagai bidang. Salah satu tantangan berat saat ini Konflik terkini terjadi di daerah calon ibo kota, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, antara warga Dayak dan pen datang. Santri tentu tidak bisa menggantikan kekerasan fisik karena itutugas aparat keamanan dan kepolisian. Sebagaimana santri Indonesia tidak harus menjadi Santri pejuang adalah jutaan umat Islam yang harus memiliki konsep berpikir dan bertindak moderat. Ke dua, nilai yang patut diperjuangkan untuk perdamaian dunia adalah tasamuh, berjies terbuka dan berlapang dada atas perbedaan Saat ini kebutuhan kita terhadap sikup toleran melebihi kebutuhan pada masa lalu.
Kini kita menghadapi ancaman perpecahan, saling benci, dan konfrontasi. Kita perlu me ngembangkan nasionalisme berlandask kemanusiaan, tak terperangkap chamame Nilai Islam sejak zaman Nabi Mu hammad SAW ditujukan bagi seluruh umat manusia. Tidak perlu alergi dengan dakwah bersifat transnasional karena itu jastra me nandai watak kosmopolitan Islam yang sering diungkap Bang Karno dan Bang Hatta Namun, kita mengakui interaksi dan informasi global mungkin menimbulkan efek samping berupa ancaman satu bangsa atas bangsa lain, antar satu agama dengan agama lain, antar sesama anak bangsa, dan antar sesama pemeluk agama yang sama Jika diteliti lebih jauh, sumber anosman itu adalah sikap raashub atau fanatisme Fanatisme yang menjadi sumber perpecahan bukanlah rasa hangga seseorang dengan akidah yang dipegangnya. Keyakinan itu baik dan tak bisa dianggap negatif.
Namun, maksud fanatisme yang baruk adalah sikap ketertutupan seseorang dengan kenyakinan dan pemikirannya serta menganggap orang lain seluruhnya yang berbeda dengannya adalah musuh, lalu berusaha mencelakakan mereka.
Itu fanatisme yang mengganggu kedamaian dan ketenteraman sosial, Islam memiliki cara mengatasinya. Para santri yang belajar syariah dan peradaban Islam tentu memahami sasemak yang menolak taashub (fanatisme), mendorong taleransi (saling mengenal), dan menda saling menolak)
Ketiga, al-itilaf yang berarti harmoni atau keserasian, yakni keselarasan antara keyakinan dan tingkah laku, menghormati dan menyayangi уаng ada, merangkum dan menyinergikan segala bentuk perbedaan secara ikhlas dan alamiah.
Dengan harmoni, tercipta
tatanan kehidupan yang indah dan teratur. Harmoni bukan karena keterpaksaan. Ada sistem dan aturan yang menjadi kesepakatan bersama, dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, tatanan internasional, bahkan alam semesta.
Peran santri dan urgensi nilai keIslaman dalam format kebangsaan tak perlu diragukan lagi karena pada tanggal 22 Oktober para ulama dibawah pimpinan Hadratussyekh KH Hasyim Asari merespons pertanyaan Presiden Sukarno tentang apa hukumnya mempertahankan kemerdekaan RI melawan penjajah?
untuk membakar semangat seluruh mayarakat, termasuk santri, santri dalam laskar-laskar perjuangan.
Resolusi jihad dikukuhkan dalam Kongres Umat Islam Indonesia I ( 7-8 November 1945) di Yogyakarta dan akhirnya menyulut perjuangan rakyat bersama
Kaum santri dalam Perang Surabaya (10 November 1945) hari Pahlawan.
Islam memerangi penjajahan dan penindasan manusia atas manusia lain.
Islam megajarkan persatuan dan melarang peperangan dan permusahan. Islam melan kemiskinan agar terwujud kesejahteraan. menghentikan kezaliman demi terciptanya keadilan.
Karena itu, misi perdamaian kaun Santri yang menurut data kementerian Agama saat ini berjumlah 3. 645.000 an orang tersebar di lebih dari 27.218 pesantren harus dimulai dengan pembersihan hati dan penjernihan pikiran. Wallahumuafieq illaatwamithoriiq Wasallammu alaikum warohmatullahi wa barokaatuh.
Isi dalam artikel ini sepenuhnya di tanggung oleh penulis