Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
OpiniPendidikan

Regulasi Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan (TPPK) di Satuan Pendidikan: Tantangan dan Implementasinya

110
×

Regulasi Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan (TPPK) di Satuan Pendidikan: Tantangan dan Implementasinya

Sebarkan artikel ini
Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan adalah masalah serius yang memerlukan perhatian lebih dari semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.(dok.Photo: Ilustrasi By Google)

Oleh: H. Lukman Hakim, M.I.Kom. Koord. Tim TPPK SMAN 6 Kab. Tangerang Banten

Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan adalah masalah serius yang memerlukan perhatian lebih dari semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan. Tindak kekerasan di sekolah, baik yang berbentuk fisik, verbal, maupun psikologis, memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan mental dan sosial peserta didik. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan regulasi dan kebijakan yang diharapkan dapat menanggulangi perundungan dan kekerasan di lingkungan pendidikan. Salah satu regulasi penting yang ada adalah terkait dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) dan juga Undang-Undang Perlindungan Anak yang memberikan pedoman tentang penanganan TPPK.

Regulasi Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan di Satuan Pendidikan

Regulasi terkait tindak pidana perundungan dan kekerasan di satuan pendidikan di Indonesia umumnya merujuk pada beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur hak-hak anak dan peserta didik, serta tanggung jawab sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman. Beberapa peraturan tersebut adalah:

  1. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
    Undang-undang ini menegaskan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan diskriminatif. Kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan jelas dilarang, dan sekolah wajib menyediakan perlindungan bagi anak agar mereka dapat berkembang dengan aman, sehat, dan tanpa adanya ancaman kekerasan.
  2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (sebagaimana diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014)
    Selain memberikan hak perlindungan kepada anak, regulasi ini juga mencantumkan kewajiban negara dan masyarakat untuk mencegah dan menangani tindak kekerasan terhadap anak. Sekolah sebagai institusi pendidikan juga memiliki kewajiban untuk memastikan anak-anak di dalamnya tidak menjadi korban atau pelaku kekerasan.
  3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan
    Permendikbud ini adalah salah satu upaya sistematis yang lebih konkret dalam menanggulangi kekerasan di sekolah. Peraturan ini memberikan pedoman bagi satuan pendidikan untuk menciptakan kebijakan yang melibatkan seluruh pihak terkait dalam pencegahan dan penanganan kekerasan, baik itu perundungan, kekerasan fisik, maupun kekerasan berbasis gender.
  4. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 11 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan di Satuan Pendidikan
    Peraturan ini mengatur lebih lanjut langkah-langkah praktis dalam menangani kasus kekerasan dan perundungan di sekolah. Regulasi ini mencakup tindakan pencegahan, prosedur pelaporan, mekanisme penyelesaian kasus, dan tindak lanjut untuk para korban serta pelaku.

Tantangan dalam Implementasi Regulasi

Meskipun sudah ada regulasi yang mengatur tentang penanggulangan tindak pidana perundungan dan kekerasan di satuan pendidikan, implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, di antaranya:

  1. Kurangnya Pemahaman dan Kesadaran di Kalangan Pendidik
    Salah satu hambatan terbesar dalam penanggulangan kekerasan di sekolah adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran di kalangan guru dan tenaga pendidik lainnya. Banyak yang belum sepenuhnya memahami pentingnya peran mereka dalam menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari kekerasan, serta bagaimana cara mengenali dan menangani kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan.
  2. Budaya Kekerasan di Sekolah
    Budaya kekerasan di beberapa sekolah seringkali sudah mengakar dan dianggap sebagai hal yang biasa. Hal ini bisa jadi karena siswa yang mengalami kekerasan merasa takut untuk melaporkan kejadian tersebut, atau karena pelaku kekerasan tidak mendapatkan sanksi yang memadai. Budaya ini perlu diubah dengan pendekatan yang lebih tegas dan holistik.
  3. Penerapan Regulasi yang Tidak Konsisten
    Beberapa sekolah atau lembaga pendidikan mungkin belum menerapkan regulasi dengan konsisten. Kebijakan terkait perlindungan terhadap siswa dan pencegahan kekerasan harus ditegakkan secara merata di semua tingkat pendidikan. Namun, terkadang kebijakan yang ada hanya diterapkan secara setengah-setengah dan tidak menyeluruh.
  4. Minimnya Sistem Pelaporan yang Aman dan Anonim
    Banyak siswa yang enggan melaporkan tindak kekerasan yang mereka alami karena takut akan balas dendam dari pelaku atau merasa tidak ada yang dapat membantu mereka. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan sistem pelaporan yang aman, terpercaya, dan anonim, agar siswa merasa terlindungi saat melaporkan kasus kekerasan.

Solusi untuk Meningkatkan Penanganan TPPK di Satuan Pendidikan

Beberapa solusi yang dapat diambil untuk meningkatkan penanganan Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan di satuan pendidikan antara lain:

  1. Pelatihan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
    Guru dan tenaga pendidik perlu mendapatkan pelatihan yang intensif terkait pencegahan, identifikasi, dan penanganan kasus kekerasan di sekolah. Pelatihan ini juga harus mencakup pemahaman mengenai regulasi yang ada, serta bagaimana mengimplementasikannya secara konsisten.
  2. Kampanye Kesadaran untuk Mengubah Budaya Kekerasan
    Kampanye untuk mengubah budaya kekerasan di sekolah harus dilakukan, dengan melibatkan siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitar. Penting untuk memberikan pemahaman bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak dapat diterima dan harus segera dilaporkan.
  3. Peningkatan Mekanisme Pelaporan yang Aman
    Sekolah harus menyediakan mekanisme pelaporan yang aman dan anonim untuk siswa yang menjadi korban kekerasan. Hal ini akan mempermudah siswa untuk melaporkan kasus kekerasan tanpa takut akan pembalasan atau stigma.
  4. Penegakan Sanksi yang Tegas bagi Pelaku Kekerasan
    Penegakan sanksi bagi pelaku kekerasan harus dilakukan dengan tegas dan adil. Sanksi ini tidak hanya berlaku untuk siswa, tetapi juga bagi tenaga pendidik yang terbukti melakukan kekerasan atau gagal mengatasi kasus kekerasan yang terjadi di sekolah.

Kesimpulan

Regulasi mengenai Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan adalah langkah positif untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi siswa. Namun, implementasi yang efektif masih menghadapi tantangan besar. Untuk itu, semua pihak terkait termasuk pemerintah, pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat—harus bekerja sama dengan lebih serius dalam menanggulangi kekerasan di dunia pendidikan. Penegakan regulasi yang konsisten dan perbaikan dalam sistem pelaporan serta pendampingan korban adalah kunci untuk menciptakan sekolah yang bebas dari kekerasan.

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *