Oleh : H. Lukman Hakim, S.Pd., M.I.Kom, SMAN 6 Kabupaten Tangerang Penyuluh Antikorupsi ForPAK Banten
Dalam suatu perbincangan yang bertajuk tentang korupsi, moderator membuka pembicaraannya dengan melontarkan pertanyaan “Kenapa korupsi susah diberantas di negeri ini?” Seorang panelis menjawab pertanyaan ini dengan gamblang dan lugas, bahwa korupsi di negeri ini sudah membudaya dan melembaga secara sistematik yang mengikutsertakan banyak elemen dalam masyarakat.
Lebih lanjut panelis itu memaparkan bahwa korupsi telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat, dari mulai masyarakat biasa (rakyat jelata) sampai dengan kelompok masyarakat yang diberikan amanah untuk menjadi pemimpin (pejabat publik atau pejabat negara). Dan tentunya korupsi yang dilakukan oleh dua kelompok tersebut memiliki kadar dan implikasi yang berbeda.
Jawaban diatas setidaknya merepresentasikan pandangan dan opini yang berkembang luas di masyarakat dewasa ini. Bagaimana tidak, korupsi terjadi dari level yang paling rendah sampai dengan level yang tertinggi, dari mulai pemilihan ketua RT sampai dengan pemilihan kepala daerah (kepala desa, bupati, gubernur), dari mulai pengurusan KTP sampai dengan pengurusan dokumen penting lainnya. Dari mulai mau masuk sekolah sampai dengan mau masuk kerja. Singkat kata, korupsi sudah membudaya dan ada serta menjadi bagian dari kehidupan kita. Kondisi tersebut menggambarkan bagaimana kronisnya masyarakat kita yang sedang didera penyakit korupsi. Walaupun memang kita semua masyarakat Indonesia sangat-sangat tidak menginginkan kondisi tersebut terus berlangsung dan merasuki seluruh sektor kehidupan kita, dimana telah terbukti bahwa penyakit korupsi telah memporak porandakan berbagai sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang membuahkan krisis dan keterpurukan bagi negeri tercinta ini.
Lalu bagaimana kita menyikapi itu semua? Sebagai warga negara yang baik tentunya kita tidak dapat berdiam diri dan dan berpangku tangan melihat keadaan ini, karena yang merasakan dan terkena imbas dari kebobrokan moral (korupsi) adalah kita semua. Paling tidak kita, masyarakat bisa menyatakan perang terhadap segala macam bentuk korupsi (Total War Coruption), diantaranya dengan melakukan gerakan semacam “Social Movement” untuk memberantas dan tidak memberikan kesempatan pada orang untuk melakukan suatu tindak korupsi. Bukan malah sebaliknya, kita terjebak dan menjadi bagian dari suatu sistem yang korup.
Kita mungkin bisa menyaksikan bagaimana suatu proyek dibangun, belum sampai proyek itu selesai atau diresmikan penggunaannya, sebagian dari proyek tersebut sudah banyak mengalami kerusakan. Ini semua terjadi karena proses penentuan dan pelaksanaan pembangunan proyek itu dilakukan dengan cara-cara yang tidak fair. Akhirnya yang dirugikan adalah masyarakat juga. Bahkan disinyalir APBN dan APBD kita lebih dari 30% mengalami kebocoran (lihat laporan BPK). Maka dari itu, seorang ekonom INDEF menyatakan “korupsi lebih kejam dari pembunuhan”.
Apakah kita akan diam saja melihat kenyataan itu? Tentunya tidak, kita harus melakukan suatu “perlawanan” untuk mengcounter segala macam bentuk dan tindakan korupsi. Atau kita rela membiarkan bangsa ini semakin terpuruk dan hancur. No…